Pages

Thursday, July 21, 2016

Cerpen : Jeritan Malam



Malam itu sesosok bayangan terlihat melintas di sebuah pekarangan rumah yang megah. Warga desa telah terlena dalam buaian mimpi, melepas segala kepenatan setelah lelah seharian mengais rejeki. Tanpa adanya sinar bulan dan cahaya bintang, menambah suasana mencekam dalam pekatnya malam.

“Tolooonggg…!!!!” Jerit seorang wanita panik.
Secepat kilat sosok yang tak dikenal itu mengayunkan senjatanya.
“Aaakkhhh…!” Terdengar pekikan yang menyayat sebelum akhirnya hening.

Esoknya, rumah itu telah disesaki dengan kerumunan orang. Lihatlah, mayat yang kini terkapar dengan mengenaskan. Mereka tak menyangka di dalam desa ini tersembunyi seorang pembunuh.

Menyeruak di antara kerumunan orang, seorang anak remaja tanggung terkesiap mendapati majikannya telah tewas dengan kondisi memprihatinkan. Dadanya bergemuruh hebat, tidak habis pikir. Ia berbalik dan kemudian berlalu menuju rumahnya.

“Pak.. sudah dengar berita tentang Bu Janet?” Tanya pemuda itu dengan nafas tersengal-sengal.
“Belum. Memangnya kenapa dengan dia?” Si Bapak malah balik bertanya.
“Tadi, waktu aku mau berangkat kerja di rumahnya, kulihat banyak sekali orang yang sedang berkerumun, lengkap dengan petugas kepolisian. Dan kau tahu Pak, Bu Janet ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan! Terutama yang paling mengerikan semua organ tubuhnya hilang! Hii…” Terang Boni, si remaja tanggung yang baru saja kembali dari rumah majikannya. Ia bergidik ngeri membayangkan sang majikan yang merupakan seorang janda kaya raya di desanya harus mati terbunuh dengan tidak wajar.
“Sudahlah, itu bukan urusanmu” Pak Boni menyesap puntung rok*k di tangannya.
“Justru sekarang Boni jadi bingung Pak, kemana harus mencari pekerjaan. Padahal aku sudah menikmati pekerjaanku sebagai supir. Tak disangka semua akan jadi seperti ini” Menghela napas, Boni beringsut dari kursi rotan yang didudukinya.
“Mau kemana kamu?”
“Ke rumahnya si Rolan” Dan Boni telah menghilang di balik pintu.



Suara jangkrik bergema di setiap sudut-sudut hutan itu. Dua orang lelaki paruh baya setengah tergesa menggotong sebuah karung yang nampak berat. Sebentar lagi hari beranjak malam, mereka harus bergegas.
“Huh, berat juga!” Umpat lelaki bertubuh gempal. Napasnya terengah-engah.
“Sudah, tidak usah mengeluh.. hari sudah senja. Sebaiknya kita lekas membawanya kalau kau ingin mendapat uang yang banyak.” Tegur lelaki berkumis lebat.
Bau anyir menusuk indra penciuman mereka. Dari sudut-sudut karung menetes darah hitam pekat.



“Bagaimana, kau setuju?” seorang remaja tanggung bertubuh kerempeng menepuk pelan bahu sepupunya yang sedang melamun.
“Hm.. baiklah aku setuju. Besok kau antarkan aku ke lahan yang dimaksud. Sekarang aku pulang dulu, hari sudah mau malam” Boni tersenyum pada Rolan yang duduk di hadapannya.
“Hati-hati di jalan!” Rolan melambaikan tangan.



Dengan bermandi peluh Pak Seno berjalan kaki melewati jalan setapak di pinggiran hutan. Sesekali ia berpapasan dengan warga yang melintas hendak pulang setelah seharian berkebun.
“Darimana Pak?” Boni bertanya setibanya Pak Seno dirumah.
“…” Pak Seno tidak menjawab. Ia menyalakan pelita, satu-satunya penerangan rumah mereka.
“Oh ya Pak, besok aku tidak pulang. Si Rolan mengajakku untuk bekerja di lahannya yang kosong”
“Hm, baguslah kalau kau sudah dapat pekerjaan baru”



Siang itu dua orang remaja tanggung berjalan ke arah timur kampung. Rolan dan Boni masing-masing memegang cangkul dan sabit sebagai alat untuk bekerja pada lahan yang mereka tuju. Mereka akan menanami lahan itu dengan tanaman palawija.
“Malam ini kita akan bermalam di kebun, kau sudah membawa bekal dan peralatan yang kuperintahkan?” Rolan membuka suara, memecah hening di antara mereka.
“Sudah semua”
“Bagus, ayo lebih cepat” Rolan mempercepat langkahnya.



Langit mendung menyelimuti malam yang tak berbintang. Membuat orang-orang enggan ke luar rumah. Sebentar lagi hujan akan turun. Suara lolongan anjing hutan membelah keheningan, di tengah malam seperti ini orang percaya itu adalah pertanda menculnya hantu yang bergentayangan. Namun itu tak membuat Boni gentar. Saat ini, ia sedang berada di tengah hutan bersama Rolan.
Tiba-tiba di kejauhan terdengar seseorang berteriak.
“Ssstt.. kau dengar itu Lan?” Boni membangunkan sepupunya yang meringkuk di balik sarung.
“Ngghh.. apa sih Bon” Rolan menguap lebar-lebar.
“Sepertinya ada yang berteriak meminta tolong di arah sana” Boni menunjuk di kejauhan.
“Hah? Mana mungkin ada orang lain di hutan ini, tengah malam pula. Sudahlah mungkin kau lelah. Ayo tidurlah, besok masih banyak pekerjaan yang menunggu” Rolan kembali merapatkan sarung di tubuhnya.
Tak lama kemudian, suara dengkuran halus memenuhi dangau tersebut.
Namun Boni tak dapat memejamkan mata. ia terus dihantui rasa penasaran dengan suara jeritan yang barusan didengarnya. Ia yakin tidak salah dengar. Apalagi 3 hari yang lalu majikannya tewas dengan cara yang sadis. Itu semua membuat ia berpikir keras, mencoba menghubungkan peristiwa kematian Bu Janet dengan kejadian tadi. Khawatir bertambahnya korban, tanpa sepengetahuan Rolan ia berjalan mengendap-ngendap menyusuri hutan dengan berbekal sabit di tangan. Tekatnya sudah bulat untuk mengetahui apa sebenarnya yang sedang terjadi di kampungnya.



“Hahaha.. mampus kau!” Lelaki bertubuh gempal menyeringai seram.
“Besok, kita akan dapat uang banyak No’ ! Hahaha.. Cepat masukan organ tubuh itu ke dalam karung!” Perintah si lelaki berkumis.
Dengan cepat mereka melakukan pekerjaan terkutuk itu. Tanpa mereka sadari, sepasang mata sedang mengintai mereka dari balik semak belukar.
Belum sempat menyadari apa yang terjadi sesosok makhluk menyeruak di kegelapan malam.
“Wesshhh..!!”
“Ahhkkkk!!!!!!!”
Sekali tebas dan dua orang itu tak lagi bergerak.
Boni mendekat pada kedua orang yang telah ia lumpuhkan. Sebenarnya ia tak tega untuk melakukan perbuatan keji ini. Tapi apa boleh buat, daripada lebih banyak korban yang berjatuhan tidak ada pilihan lain selain menghabisi mereka.
Boni mendekat perlahan, tangannya terjulur. Ia berusaha membalikkan tubuh kedua orang tersebut. Jantungnya berdebar-debar, ia penasaran dengan kedua wajah orang yang telah meresahkan warga desa akhir-akhir ini.
“Bapak?!!!” Pekik Boni terkejut bukan main.
Dua orang yang telah ia bunuh adalah bapak dan pamannya sendiri.
Boni terduduk lemas.



‘Kasus Penjualan Organ Tubuh Manusia yang Terjadi di Kampung Tomon Telah Terungkap’
Rolan menghela napas panjang, setelah membaca judul berita di koran pagi ini.
“Kau tidak pergi Lan?” Sebuah suara mengejutkan dirinya.
“engh? Rolan pergi kok mak, ayo.” Mereka meninggalkan ruang tamu.
Rolan dan emaknya pun bergegas pergi. Mereka akan menghadiri upacara pemakaman.
Ya, pelaku pembunuhan di desa tersebut adalah Ayah dari Boni dan Rolan. Namun, mereka telah tewas di tangan Boni sehingga tak sempat diciduk polisi. Sedangkan Boni sendiri tewas bunuh diri.
Rolan tahu pasti. Boni pasti sangat menyesal dan tidak sanggup menerima kenyataan bapaknya akan tewas di tangannya sendiri. Jika saja Boni tahu, bapaknya melakukan itu untuk mewujudkan impiannya membeli sebuah rumah yang layak untuk mereka tempati.
Rolan dan emakya tersedu mengiringi ketiga jenazah tersebut ke peristirahatannya yang terakhir.

THE END

Cerpen Karangan: Ashyira Hana Yhuki
Facebook: Asyhira Hana Yhuki



Ini merupakan cerita pendek karangan Ashyira Hana Yhuki, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya di: Ashyira Hana Yhuki untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatan penulis.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-misteri/jeritan-malam-2.html

0 comments:

Post a Comment