Pages

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Siswa membaca koran di Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

E Library di Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Siswa Belajar di Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Perpustakaan SMK N 2 Sragen

Sunday, January 5, 2020



Judul Novel : PULANG
Penulis : Tere Liye
Editor : Triana Rahmawati
Cover : Resoluzy
Lay out : Alfian
Penerbit : REPUBLIKA Penerbit
Tahun Terbit : 2015
Tebal : iv + 400 halaman, 13,5 x 20,5 cm

A.   Biografi singkat penulis

Tere liye diambil dari bahasa india yang artinya untukmu. Tere liye memiliki nama asli yaitu Darwis. Tere liye lahir pada 21 mei 1979 di Lahat. Pernah bersekolah di SDN 2 Kikim Timur, Kabupaten Lahat,SMPN 2 Kikim, Kabupaten Lahat,SMAN 9 Bandar Lampung, Lampung,Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Orang tuanya bekerja sebagai petani biasa. Ia tumbuh dipedalaman sumatra. Ia sehari hari bekerja sebagai seorang akuntan. Menulis merupakan hobinya. Karya telah banyak yang diangkat menjadi film layar lebar contohnya Hafalan sholat Delisa. Dan ia telah banyak menulis buku. Berikut daftar buku yang telah ia tulis dan publikasikan:
 1. PULANG
2. BULAN
3. # aboutlove
4. RINDU
5. Dikatakan Atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta
6. BUMI
7. Amelia
8. Negeri Di Ujung Tanduk
9. Sepotong Hati Yang Baru
10. Negeri Para Bedebah
11. Berjuta Rasanya
12. Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
13. Sunset Bersama Rosie
14. Ayahku Bukan Pembohong
15. Eliana
16. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
17. Pukat
18. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
19. Burlian
20. Bidadari-Bidadari Surga
21. Moga Bunda Disayang Allah
22. Hafalan Shalat Delisa
23. Kisah Sang Penandai

B.   Sinopsis cerita

Novel ini menceritakan bujang seorang anak dari sebuah talang atau pedesaan dari pedalaman sumantra. Bujang merupakan anak dari seorang mantan tukang pukul yang dan ibunya yang merupakan anak dari seorang tuanku imam atau panggilan untuk guru mengaji didaerah sumantra. Ia juga merupakan cucu dari seorang tukang pukul atau jagal yang amat ditakuti disana. Ia dilahirkan dari dua orang yang berbeda latar belakang, ayahnya adalah seorang tukang pukul yang amat ditakuti yang jatuh hati kepada gadis dari tuanku imam. Bapaknya bernama samad dan ibunya bernama midah. Pada saat usianya 15 tahun, datang rombongan pemburu dari kota. Rombongan itu dipimpin oleh tuake besar. Tuake besar merupakan pemimpin dari keluarga tong. Keluarga tong adalah satu keluarga shadow economy yang berada di kota provinsi yang mengusai sebagai besar bisnis dunia hitam misal cash cow dari tambatan kapal,ekpor impor dan lainnya. Rombongan itu terdiri dari puluhan tukang pukul keluarga tong yang datanng dengan senjata lengkap memakai tas tas ransel yang berisikan alar berburu. Mereka juga membawa senapan laras panjang. Sore hari rombong dari kota serta beberapa pemuda talang berangkat dan bujang  juga termasuk kedalam rombongan. Didalam rimba sumantra mereka harus menghadapi babi hutan yang merupakan pejantan paling tangguh dan saat itulah rasa takut bujang seperti diambil dari dalam hatinya. Bujang berhasil melidungi tuake besar. Saat mereka kembali ke talang bujang diminta untuk ikut tuake besar ke kota provinsi. Bapaknya harus bertengkar demi mendapatkan ijin untuk bujang ikut dengan tuake imam dari mamaknya. Akhirnya bujang diijinkan untuk ikut  ke kota provinsi. Dengan janji untuk tidak menyentuh makanan dan minuman yang diharamkan agama. Saat dikota provinsi bujang harus bersekolah karena ia memiliki otak yang begitu cerdas tapi ia tidak mau. Bujang ingin seperti ayah sebagai tukang pukul tapi tuake imam tidak mengijinkan. Akhirnya tuake besar mengalah dengan satu syarat bujang harus mengikuti ritual amok. Amok merupakan ritual kono dari keluarga tong yaitu dengan orang yang ingin masuk menjadi tukang pukul harus melawan puluhan orang sekaligus. Peraturan ritual ini adalah tidak menggunakan senjata dan tukang pukul boleh menyerang kapan saja secara bersama sama atau sendiri serta bila terjatuh maka tidak boleh kembali menyerang. Bujang akan diperbolehkan menjadi tukang pukul bila ia bisa bertahan selama 20 menit. Bujang dapat bertahan selama 19 menit maka ia harus terus sekolah. Tapi kemudian ia diperbolehkan latihan bersama kopong. Kopong merupakan kepala tukang pukul keluarga tong dan sahabat bapak bujang. Ia berlatih bersama kopong pada malam hari hingga ia bisa mengalahkan kopong. Kemudian ia dilatih guru bushi. Guru bushi adalah seorang samurai dan ninja saat muda dari jepang. Belum sampai selesai berlatih dengan guru bushi, guru bushi sudah harus kembali ke jepang  karena kabar anaknya meninggal dan menyisakan dua cucu kembar untuknya. Setelah guru bushi pergi tuake besar kembali memanggilkannya guru,kali ini gurunya merupakan seorang ahli menembak dari manila,filipina bernama salonga. Sama seperti saat berlatih dengan kopong. Saat bujang berhasil mengalahkan salango latihan berakhir. Saat saat buruk baginya adalah kehilangan orang tercintanya. Seperti saat mamaknya pergi dan bapaknya pergi. Saat itulah titik terendah dalam hidupnya. Seperti saat mamaknya pergi ia sangat terpuruk. Kemudian dengan inisiatif kopong, ia dikirim kembali untuk latihan bersama guru bushi di jepang selama 6 bulan kemudian melanjutkan kuliah masternya disalah satu universitas ternama di amerika. Saat selesai latihan dengan guru bushi ia ke amerika dan mengambil 2 gelar master sekaligus. Bujang telah banyak melalui berbagai pertempuran dengan dirinya sendiri dan orang dari dunia hitam. Ia merupakan ahli menyesesaikan masalah tingkat tinggi dari keluarga tong. Menyelesaikan masalah keluarga karna ia memiliki pemikiran yang jenius dan fisik yang kuat. Tuake besar memiliki cita cita yang besar untuk keluarga tong dan melebihi tuake besar yang terdahulu ayah dari tuake besar. Sampai lupa bahwa ia telah jauh melebihi bayang bayang ayahnya. Mulai dari mengusai seluruh kota provinsi dan pindah ke ibu kota sampai keluar negeri melalui bisnis legalnya. Dengan begitu keluarga tong harus menghadapi berbagai masalah. Dan bujang merupakan penyelesai dari semua masalah itu. Dan masalah terbesar yang ia hadapi adalah pengkhianatan dari orang dalam keluarga tong dan sekaligus kehilangan tuake besar yang sudah dianggap bapak keduanaya. Hingga ia menjadi seorang samurai sejati melalui berbagai pertempuran hidup dan mati. Dan kini ia PULANG.

C.   Kelebihan
Novel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami isi cerita. Novel ini mengangkat kisah yang mengharukan,menegangkan dan memiliki amanat yang sangat bagus dan menyentuh hati. Alur yang digunakan adalah maju mundur,dengan begitu sangat membuat pembaca penasaran dengan cerita selanjutnya. Penceritaannya juga sangat mendetail jadi mudah dipahami.penyususnan cerita juga bagus. Kualitas kertasnya juga bagus dan tebal. Cover yang gunakan sangat menarik dan terkesan 3 dimensi. Covernya juga menyiratkan isi cerita.

D.   Kekurangan
Kekurangan dari novel ini dalam penggunan beberapa istilah yang kurang dapat dipahami misalnya, cash cow,talang,helipad,dan beberapa diantaranya.

Nama : Galuh Eka Arum Putri
No     : 26
Kelas : XII TKJ 1

Novel : Rinjani





Namaku Runjani, jangan panggil aku Jani. Pangil aku Ririn!

Begitulah Rinjani, gadis yang berkemauan kuat. sesuatu ketika dia berkeingan untuk masuk universitas impian. Di luar dugaan, dia tak bisa ikut ujian. kecewa? Iya, Sedih? pasti, tapi dia tidak mau terpuruk terlalu lama.

Ada satu lagi yang tidak bisa Ririn kejar. Dia Hatta, seseorang yang Ririn kenal saat lomba Festifal Seni Bintala. Hatta datang tidak untuk menjadi miliknya, tapi dia menyeimbangi Rinjani yang keras kepala. Hatta yang hangat membuat Ririn nyaman. Ririn mengenal dunia relawan yang memberinya kebahagiaan dari Hatta. Aktivitas itu membuat mereka semakin dekat, sehingga Ririn meminta "nama" yang tepat untuk hubungan mereka. Pacar? Sahabat? Atau sekedar teman? Hatta tidak menyangka Ririn akan menanyakan hal itu padanya.

Seolah tak mau dipusingkan dengan Hatta, Ririn kembali mengejar cita-citanya. Ternyata, Tiongkok menjadi tujuan berikutnya. Tidak disangka, dia menemukan kehangatan cinta lebih besar disana.

NB: baca kelanjutan ceritanya di perpustakaan :)

Buku baru ready


Cerpen : PUTU AYU


Menjadi seorang seller benar-benar akan membuatmu harus bekerja keras. Apalagi jika kamu memiliki tanggungan setoran yang harus diberikan untuk atasanmu. Dan juga tenggat yang diberikan untuk setiap produkmu.

Begitu pula yang dirasakan Ardilla Maheswara kelas XI TITL 1. Dia menjadi seller dari Bu Inah. Dia harus menjual sedikitnya 50 kue Putu setiap harinya. Ini digunakan sebagai awal kemandiriannya.

Dilla, panggilannya, adalah seorang anak cerdas yang bercita-cita menjadi seorang ahli politik sehingga dia selalu membaca buku-buku politik yang ada di perpustakaannya. Hanya itu yang bisa dia jangkau karena harga buku dengan ketebalan 100 saja sudah mahal sekali. Hampir setiap hari dia berkunjung ke Perpustakaan SMKN 2 Sragen untuk membaca buku-buku tersebut meski dia sedang dalam meminjam.

Hari ini tepat dia sebulan berjualan. Biasanya, kue-kue itu akan laris terjual pada istirahat pertama. Tidak untuk hari ini. Dia baru menjual 10 kue putu. Artinya masih ada 40 putu lagi yang harus dijual. Dan itu harus habis karena kue putu bu Ina akan membasi esok hari. Tentu saja hal itu membuat Dilla kalang kabut.

Dia langsung keluar begitu bel istirahat kedua berbunyi. Dia membawa keranjang berisi kue putu tersebut dan pergi menuju mushola putri. Sebelum berjualan, lebih baik dia beribadah dulu bukan? Meminta pada yang Maha Kuasa semoga kuenya laris hari ini.

Selepas sholat, dia kembali berkeliling sekolah. Di setiap kelas dia mencoba menawarkan. Tidak banyak memang, baru 5 orang yang membeli. Matanya melihat kue putu tersebut. Masih sisa 35. Dia mengingat peraturan dari Bu Ina ke setiap penjual kuenya.

“Kue ini cuma tahan sehari. Jadi sampai sore. Kalau tidak habis maka penjual yang harus membelinya sendiri.”

Dia ingat jelas bagian itu. Setiap produsen tidak mau rugi termasuk dirinya. Meskipun peraturan itu merugikan penjual layaknya dia, tetap saja, ini agar penjual berusaha menjual habis setiap target.

Saat dia sedang melintas di ruang 24. Dia menatap para siswa-siswi yang juga seangkatan dengannya sedang berkumpul. Mereka seperti sedang membeli sesuatu. Karena penasaran, Dilla pun masuk dan bertanya pada mereka.

“Kalian lagi beli apa?”

Salah seorang dari mereka menoleh ke arahnya. “Oh, ini ada donat. Sela yang jual. Mau? Enak loh. Seribu juga.” Jelas temannya itu dengan wajah riang.

“Eh, kue putu aku juga enak loh. Enak banget malah. Asli Indonesia. Harganya juga seribu.” Dilla ikut promosi agar menarik minat temannya.

Mereka yang disana menatap ke arah Dilla.

“Maaf ya Dil, aku udah beli donat milik Sela. 2 buah,” balas Weni.

“Iya. Maaf ya. Aku lagi seneng donat. Kapan-kapan ya putunya,” tambah Gea. Dia berucap dengan nada candaan namun tetap saja rasanya sakit.

“Iya. Coba ke kelas sebelah. Kelas kami udah pada beli donat.” Itu Aldo yang berbicara. Seolah seperti usiran halus. Dilla menarik napas dalam. Dia lalu berjalan keluar. Namun setelah dia sampai pintu.

“Dilla!” Seseorang memanggilnya. Dilla berbalik. Pepen memanggilnya dan berlari mendekat kearahnya. “Aku beli putunya 2 ya.”

Pepen mengambil dua buah putu ayu disana. Dia memberikan uang dua ribuan yang belum ditanggapi Dilla. “Kenapa gak diambil?”

“Pen, maaf. Bukannya maksud mau mikir negatif. Tapi kamu beli bukan karena kasihan sama aku kan Pen?” Dilla ingin menangis sekarang. Dia tahu sekarang Indonesia bersaing dengan negara luar. Banyak barang yang berasal dari sana dan rakyat Indonesia lebih menyukainya dari produk sendiri. Tapi, kenapa harus putu ayunya juga kena?

Pepen tersenyum kecil. “Enggaklah Dil. Aku emang suka putu ayu. Lagian, aku emang selalu beli kan.”

Dilla mengangguk. Memang benar Pepen tak pernah absen membeli dagangannya. “Makasih Pen. Pamit dulu ya,” pamit Dilla setelah dia mengambil uang dua ribuan yang disodorkan Pepen.

“Iya Dil.” Pepen lalu berjalan kembali ke mejanya.

Dilla berjalan sampai ruang 26. Dan dia mendapatkan 5 orang lagi. Kini dagangannya tinggal 28 buah lagi.

Semoga udah mau abis. Semangat Dil!

Dengan langkah riang dia berjalan turun dari tangga dan menawarkan kembali di ruang bawah. Tidak banyak memang, tetap saja dia senang. Karena bagaimanapun masih ada uang menyukai kue khas Indonesia itu.

Dia melihat jam tangan di tangan kirinya. 12:15 WIB. Artinya, tinggal 15 lagi dengan 28 kue lagi. Dan Dilla harus bisa memutar otak secepat kilat.

Selintas, ada pikiran untuk menawarkan ke kantin. Tapi, apakah pantas? Dikantin sudah menyediakan menu kantin sendiri. Takutnya, dia malah seolah mengambil rezeki orang meski itu hanya ada di pikirannya.

Dia kembali menelusuri jalanan kelas. Dan dia berhenti di perpustakaan. Dilla memutuskan untuk masuk menawari Bu Cakya dan lainnya yang sedang di perpustakaan.

“Assalamualaikum,” salamnya begitu masuk kedalam. Dia mendekati meja yang menjadi pembatas antara ruang kerja staf perpustakaan dan pengunjung.

“Bu, mau coba kue putu saya? Murah loh Bu. Ini sehat, buatan rumah,” dengan nada persuasif dia menawari staf yang ada disana termasuk Bu Cakya.

Bu Cakya memberinya sorot tertarik. Guru tertua di Perpustakaan itu mendatangi dirinya. “Jadi kamu yang jualan kue putu?”

“Iya Bu.”

“Kenapa milih jualan kue putu ayu?” Tanya Bu Cakya lagi.

“Ini salah satu cara yang bisa saya lakukan agar makanan tradisional Indonesia gak punah Bu. Secara kan sekarang banyak orang suka produk luar daripada produk sendiri. Saya cinta Indonesia Bu!” Semangatnya lalu terkekeh kecil.

Bu Cakya ikut tertawa. “Iya, Ibu juga cinta Indonesia. Tetap jangan malu ya jualan kue putu meski mie panjang-panjang sama burger-burger main kesekolahan.” Nasihat Bu Cakya.

“Iya Bu. Itu pasti!!!” Ujar Dilla dengan mata berbinar-binar.

“Kue kamu berapa harganya?”

“Seribu Bu.”

“Masih sisa berapa?” Bu Cakya melirik sisa kue di ranjang.

“Masih 28 Bu. Ibu mau beli? Atau mau coba dulu?” Tawar Dilla lagi.

Bu Cakya mengambil uang 20 ribuan dari saku baju batiknya. Dia memberikan pada Dilla. “5 aja ya Dil.”

Dilla dengan cekatan mengambil plastik bening dan memasukkan 5 buah kue putu kedalam sana. Lalu memberikan pada Bu Cakya sebelum dia mengembalikan sisa uang.

“Terimakasih Bu.” Dia tersenyum. Dilla berjalan menuju pengunjung perpustakaan yang di dominasi kelas X. Dan kembali, kuenya laku 13.

Alhamdulillah tinggal 10!” Gumamnya pada dirinya sendiri. Dia keluar dari sana dengan berpikir lagi mengenai cata agar kuenya laku.

Dan bel masuk berbunyi. Dilla segera menuju ruang 07 dimana kelasnya berada sekarang. Dia berniat menjualnya lagi pada istirahat ketiga.

Sayangnya, itu hanya wacana karena ternyata guru mapel Sejarah memberikan tugas yang harus selesai sebelum bel pulang berbunyi. Jadi, setelah sholat dia kembali ke kelasnya. Melanjutkan membuat tugas. Saking asyiknya, dia melupakan rencananya untuk mengambil kue putu.

Setelah bel masuk berbunyi, dia menepuk jidatnya. “Ya Tuhan. Beta lupa menjual Putu ayu punya beta.” Ucapnya seolah dia ini orang Indonesia Timur. Itu membuat teman sebelahnya tertawa.

“Apa lu?” Serunya galak. Temannya makin tertawa. Dilla panik malah diketawain. Sungguh teman yang patut diajak berkelahi.

“Bercanda-bercanda. Btw, kenapa sih?” Tanya temannya itu.

“Putunya masih sisa 10. Bantuin jualin donk.” Dia menatap penuh pengharapan. Kembali membuat temannya tertawa. “Ish! Mau nggak?” Tanyanya kesal.

“Iya-iya. Gue bantu--”

“Serius?!” Seru Dilla tak sabar. Dia memotong ucapan temannya.

“Iya. Dengan doa.” Sambung temannya lagi dan kembali tertawa. Dilla merengut kesal.

“Liat aja ya. Jangan minta e-book aku lagi!” Ancamnya kesal. Temannya tentu saja menghentikan tawanya.

“Jangan donk. Kalau minta kamu kan gratis. Dilla yang baik,” Rayu temannya.

Padahal mah, jika kamu tahu. Dilla tidak pernah membeli yang namanya e-book. Dia mendapatkan dari temannya, Heba yang sering mengikuti cover contest.

“Mana aku peduli.” Dan mereka tidak melanjutkan pembicaraan lagi karena sang guru sudah masuk kedalam kelas.

Akhirnya, bel pulang berbunyi. Seluruh siswa mulai keluar dari kelasnya masing-masing. Melihat sisa kue putu tinggal 10, dia memutuskan menjual di tempat parkir saja.

Dia menunggu orang-orang yang berseragam sama dengannya berhenti untuk membeli kuenya. Sayangnya tidak ada. Sampai parkiran yang penuh itu sepi.

Dia menarik napasnya. Lalu mulai memakai helm biru miliknya. Saat dia menyalakan motor maticnya, seseorang memanggilnya.

“Eh Dek, kuenya masih?” Tanya seseorang yang merupakan kakak kelas dengan nama Radio Sanjaya.

“Masih sepuluh Kak. Mau beli?” Dilla mematikan sepeda motornya.

“Iya. Saya beli semuanya. Besok masih jual?” Dilla menghentikan kegiatannya mengambil plastik.

“Iya, jualan setiap hari Kak,” jawabnya sambil memasukkan kue putu itu.

“Oh. Soalnya kalau saya mau beli selalu habis. Makasih ya.” Radio mengulurkan uang 10 ribuan yang diterima langsung oleh Dilla.

“Dek, tetep jual kue putu ya. Buat Indonesia selalu ingat kalau kita punya kue warna ijo.”

Sebelum pergi, Radio memberikan senyum manisnya untuk Dilla. Dilla balas tersenyum. Dan setelah Radio berbelok ke arah kiri, Dilla menyalakan kembali motornya dan pergi dari sana.

NAMA            : HEBA CAROLINA M.D
KELAS           : XII TKJ 1
NO.ABS         :28