Dewasa ini, semagunungankin terlihat tajam
perbedaan kultur masyarakat yang mengakibatkan perpecahan. Keberagaman itu
seharusnya menjadi sebuah media untuk saling berbagi dan melengkapi, hingga
terwujudnya suatu persaudaraan yang sempurna. Para pemuka masyarakat pun
semakin kehilangan perannya untuk memberikan pendidikan tentang kedamaian.
Berbeda dengan Wali Songo yang dengan metode Pendidikan Multikulturalisme dan
Akulturasi Budaya Jawa, dakwahnya mudah diterima masyarakat, meskipun pada saat
itu masih cenderung kental pada pada tradisi nenek moyang.
Berbicara tentang Wali Songo, Tradisi
Sekaten, Gendhing Gamelan, Lagu Dolanan Cublak-Cublak Suweng dan Jamuran, serta
Tembang Macapat, berarti membicarakan tentang perkembangan Islam di tanah Jawa.
Tradisi paling terkenal tentang Jawa dan perkembangan Islam adalah "Babad
Tanah Jawa". Tradisi tersebut menguraikan tentang peranan para Wali di
bawah konsolodasi Demak dalam menyebarkan Islam di daerah masing-masing.
Wali Songo, penyebar agama Islam di pulau Jawa telah berhasil mengombinasikan aspek-aspek sekular dan spiritual dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Pola kombinasi ini dilakukan dengan cara mentoleransi tradisi lokal serta memodifikasikannya ke dalam ajaran Islam dan tetap bersandar pada prinsip-prinsip Islam. Hasilnya adalah terbentuknya harmonisasi kehidupan para raja, bangsawan, dan rakyat pada masa itu. Pendidikan Multikulturalisme Wali Songo pada hakekatnya adalah metode pendidikan yang menghargai perbedaan dan memanusiakan manusia. Lebih jelasnya lagi, Pendidikan Multikulturalisme adalah pendidikan dengan cara "Merayakan Perbedaan".
_mustofa060788@gmail.com
0 comments:
Post a Comment